Pemakaian genset sebagai alternatif dalam mengatasi kelangkaan listrik bagi pihak industri diakui belum bisa dijadikan solusi. Selain tentu saja ada tambahan biaya solar, belum semua industri memiliki genset sendiri kadang mereka harus menggunakan jasa sewat genset yang pemakaiannya yang tidak fleksibel.
"Jika memakai genset, harus memakainya full kapasitas. Kalau tidak pasti rugi lagi," ujar Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo). Menurut Eddy, pemakaian kapasitas genset secara penuh berarti tidak ada penghematan yang dapat dilakukan pada saat pemadaman listrik.
Eddy mengibaratkan, jika 5.000 liter solar yang dipakai untuk genset hanya dapat digunakan untuk 12 hari kerja, maka tidak ada akumulasi sisa tenaga setengah hari jika dalam satu hari terjadi pemadaman lampu selama setengah hari. "Genset harus hidup seharian, kalau lima ribu (5.000 liter solar)untuk 12 hari, ya akan habis segitu (12 hari)," tandas Eddy.
Selain itu, industri biasanya harus membeli solar dalam jumlah yang cukup besar, yaitu 5.000 liter per tanki. Jumlah itu tidak boleh dibagi dengan pabrik lainnya, meski masih satu perusahaan. Eddy menambahkan pula, sebenarnya cadangan listrik yang dapat dihasilkan oleh genset sendiri hanya dapat menutup 60-80 persen dari total kebutuhan listrik industri sepatu.
Aprisindo berencana akan memikirkan mencari industri besar yang mampu membuat pembangkit listrik sendiri, seperti yang inisiatif Samsung. Namun, Sekjend Aprisindo Binsar Marpaung mengatakan masih sulit mencari perusahaan sepatu yang besar yang mampu untuk membuat pembangkit listrik sendiri. "Soalnya, itu kan investasi jangka panjang," ujar Binsar.
No comments:
Post a Comment