“Mamaaaaaaaaa!” tangis sang adik pecah seketika. Rupanya ia diserang sang kakak yang memang menjadi sparing partner-nya sehari-hari.Sang mama buru-buru mendekat untuk memisahkan mereka. Tapi kadang “tim SAR” datang terlambat; si adik sudah menangis duluan karena berseteru dengan sang kakak.
Kalau begitu, bisakah mengajari anak batita ilmu bela diri? Bisa sih bisa, tapi jangan bayangkan adegannya seperti film The Karate Kid. Soalnya tetap saja orangtualah yang dituntut berperan menengahi kericuhan antarbocah ini. Jurus bela diri yang dimaksud adalah menjauh dari si penyerang. Kalau respons seperti itu belum dapat dilakukan si kecil, kitalah yang harus menjauhkannya dari si penyerang.
Segera setelah itu ada 2 hal yang perlu dilakukan. Pertama, menenangkan anak yang menangis. Kedua, menanyakan padanya kenapa kejadian tersebut bisa terjadi. “Kalau kejadian itu muncul karena si batita yang bersikeras tak mau gantian main, beri pengertian padanya agar mau main bergantian. Orangtua juga tidak perlu takut anaknya kelak tidak punya keberanian untuk melawan perlakuan yang tidak enak. Seiring dengan pertambahan usia dan perkembangan jiwa serta mentalnya, tanpa perlu diajari pun anak akan mampu melakukan perlawanan dengan sendirinya. Kalaupun saat ini ia tidak diajarkan untuk membalas, pertimbangannya lebih karena kematangan usia dan perkembangannya belum siap menerima hal tersebut.
Jika orangtua mengajari si batitanya untuk balas menyerang, efeknya bisa sangat menakutkan. Tidak menutup kemungkinan si batita akan tumbuh menjadi anak yang agresif dan tidak bisa mengontrol emosi.Itulah mengapa, orangtua amat dituntut untuk menunjukkan sikap bijak kala batitanya diserang ataupun menyerang teman. “Jangan main hakim sendiri dengan menuduh si pelaku melakukan serangan atau abuse,
Temukan lebih banyak lagi informasi seputar