Showing posts with label arsitektur Bangunan. Show all posts
Showing posts with label arsitektur Bangunan. Show all posts

Thursday 20 January 2011

Mengenal Profesi Arsitek Di Indonesia Dan Dunia

Sebelum kita membahas mengenai profesi arsitektur sekarang ini, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa itu profesi. Blankenship mendefinisikan profesi melalui karakteristik umum yang biasa terlihat. Profesi adalah (1) pekerjaan penuh waktu (2) yang melalui pendidikan/pelatihan khusus (3) memiliki organisasi profesi (4) mempunyai komponen izin kerja (lisensi) dan pengakuan dari masyarakat (5) mempunyai kode etik dan hak pengelolaan mandiri (Dana Cuff, Architecture : The Story of Practice, 1992, p23). Dari ke lima karakekter umum tersebut kita bisa melihat bagaimana posisi profesi arsitektur di dunia modern pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.




Arsitektur Barat berkembang di Eropa sebelum menyebar ke Amerika dan benua benua lainnya. Pada awal permulaannya, profesi arsitek merupakan profesi kelas tertentu dan merupakan profesi yang turun temurun dan atau melalui proses pemagangan dalam waktu yang cukup lama. Revolusi Industri yang bermula di akhir abad ke 18 yang membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi, sosial, dan teknologi juga memberikan dampak yang sangat besar di dalam arsitektur. Berubahnya struktur sosial di dalam masyarakat dimana kelas menengah mulai memiliki peranan di dalam ekonomi, dan banyak dibuatnya publikasi berkenaan dengan arsitektur, menjadikan profesi arsitektur tidak lagi menjadi profesi eksklusif kelas tertentu tetapi lebih terbuka bagi semua kalangan dan jasa arsitek rumahan pun mulai di cari di seluruh dunia

Di Indonesia sendiri, profesi arsitek ‘modern’ mulai dikenal ketika para arsitek kebangsaan Belanda yang menempuh pendidikan dan pelatihan arsitektur di Eropa, kembali dan berpraktek di Indonesia. Sedangkan pendidikan arsitektur formal pertama di Indonesia dibuka di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1950, dan mulai menelurkan lulusannya di tahun 1958. Sebelum itu, bangsa Indonesia yang berprofesi sebagai arsitek mempelajari ilmunya dengan bekerja pada para arsitek Belanda. Bahkan F. Silaban, salah satu arsitek berpengaruh di Indonesia tidak memiliki pendidikan formal arsitektur melainkan lulusan dari sekolah menegah kejuruan atau STM.

Wednesday 19 January 2011

Mengenal Gaya Arsitektur Sebuah Candi

Aktivitas keagamaan Hindu-Buddha di Jawa masa silam tentunya cukup bergairah, terbukti dengan ditemukannya banyak peninggalan bangunan suci dari kedua agama itu baik di wilayah Jawa bagian tengah ataupun timur. Para ahli arkeologi dan sejarah kuno telah sepakat untuk menyatakan bahwa munculnya berbagai karya arsitektur bangunan suci itu sebenarnya sejalan dengan keberadaan pusat kerajaan sezaman. Ketika pusat kerajaan berada di Jawa Tengah, candi-candi Hindu-Buddha banyak dibangun di wilayah tersebut, dan ketika pusat-pusat kerajaan muncul di Jawa Timur, pembangunan candi-candi pun banyak dilakukan di wilayah Jawa Timur.

Gaya arsitektur bangunan candi ketika pusat Kerajaan Mataram masih berlokasi di Jawa Tengah, lebih didasarkan pada latar belakang agamanya. Maka dari itu terdapat Langgam Candi Hindu-saiva dan Langgam Candi Buddha Mahayana. Lain halnya ketika pusat-pusat kerajaan telah berada di Jawa Timur, perbedaan gaya bangunan suci itu tidak didasarkan kepada perbedaan agama lagi, baik candi Hindu ataupun Buddha gaya arsitekturnya sama, hal yang membedakannya hanya terletak pada arca-arca yang dahulu disemayamkan di dalamnya. Mungkin kenyataan ini sejalan dengan konsep Siwa-Buddha bahwa sebenarnya dalam hakekat tertinggi sebenarnya tidak ada lagi perbedaan antara Siwa dan Buddha, oleh karena itu tidak perlu adanya perbedaan secara tegas terhadap wujud bangunan sucinya.


Satu masalah penting yang perlu kajian lebih lanjut adalah apa yang terjadi di wilayah Jawa bagian tengah ketika Kadiri, Singhasari dan Majapahit berkembang di Jawa Timur?, apakah Jawa Tengah sepi dari aktivitas keagamaan?, apakah masih dihuni oleh penduduk?, mengapa tidak ada sumber sejarah dan arkeologi yang ditemukan di wilayah Jawa Tengah antara abad ke-11—14?. Demikianlah terdapat masalah yang menarik untuk diungkapkan di masa mendatang, bahwa tidak mungkin wilayah tua di Jawa bagian tengah bekas tempat kedudukan para Syailendra itu tiba-tiba sepi saja, ketika kerajaan-kerajaan berkembang di Jawa bagian timur. Penelisika untuk menjelaskan permasalahan itu masih terbuka, dan mengundang para ahli yang berminat untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.