Saat sekarang pembantu merupakan tenaga kerja yang terabaikan dan terlemah dalam system ketenagakerjaan di Indonesia. Hal itu tidak hanya mereka yang bekerja di dalam negeri namun mereka yang bekerja di luar negeri pun mengalami hal yang sama. Mereka menjadi orang nomor 2 (dua) atau bahkan tidak bernomor sama sekali. Derajat mereka direndahkan atau kadang dianggap tak berderajat sama sekali.
Pemberitaan di media tak kalah memilukannya bagi pejuang dan penopang keluarga ini. Mereka adalah harapan keluarga atau anak-anak mereka di kampungnya. Mereka bekerja dengan tujuan menyambung hidup bagi diri dan keluarganya juga untuk masa depannya. Namun yang mereka terima kadang bertolak belakang dengan harapan dan impian mereka. Tak jarang andalan keluarga ini menjadi korban keangkuhan majikan atau korban pemerasan dari yayasan pembantu atau nasibnya berakhir seperti Tarmijah (lagu Iwan Fals) yang berakhir di ranjang majikan.
Pembantu merupakan mitra kita atau mitra dalam rumah tangga? Mengapa? Bayangkan setiap lebaran betapa kacaunya rumah tangga kalau tidak ada pembantu. Seharusnya setiap rumah tangga menyadari betapa penting peran dari tenaga yang satu ini dalam membantu sebuah rumah tangga. Mereka bukan kelas II di rumah kita atau di negeri ini, mereka sama dengan kita, sama-sama berhak untuk mendapatkan perlakuan yang layak dan dihormati.
Dan mengapa masih sering terjadi penderitaan pembantu di negeri ini? Baik secara fisik, mental maupun penderitaan secara psikologis? Bukankah mereka semua bagian dari hidup ini? Bagian dari keluarga kita?
Kalau kita kembali ke dasar manusia sebagai makhluk yang lemah dan tak sempurna, maka kita membutuhkan peran mereka untuk melengkapi hidup ini. Dan sudah menjadi kewajaran untuk memperlakukan mereka sebagai bagian dari kita, dari diri kita dan dari keluarga kita